Your Ad Here


Saudara-saudara saya sudah tua, sudah 61 tahun. Dan saya tidak mengetahui Allah SWT akan memberi umur berapa lama lagi kepada saya. Cuma saya ketahui bahwa tiap-tiap manusia, bahkan tiap-tiap mahluk hidup di dunia ini akhirnya akan dipanggil kembali oleh Allah SWT. Entah setahun lagi, entah satu hari lagi, entah 10 tahun lagi, entah 20 tahun lagi, itu saya tidak tahu...

Tetapi saya mengetahui bahwa Revolusi Indonesia belum selesai dan bahwa selesainya Revolusi Indonesia itu masih akan makan bertahun-tahun lagi. Ini perlu dilenyapkan, dilenyapkan oleh Saudara-saudara sekalian, bahwa Revolusi Indonesia tidak akan selesai dalam satu dua hari, bahwa Revolusi Indonesia itu memang belum selesai, bahwa Revolusi Indonesia itu sudah bertahun-tahun berjalan, tetapi masih akan berjalan bertahun-tahun lagi. Sebabnya ialah oleh karena Revolusi Indonesia itu adalah revolusi yang besar, bukan revolusi yang kecil-kecilan, bukan revolusi peyeum, dulur-dulur, tetapi revolusi maha besar. Dan sudah sering saya katakan bahwa Revolusi Indonesia adalah revolusi Pancamuka, revolusi multikompleks, revolusi yang bermuka banyak, ya revolusi nasional, ya revolusi politik, ya revolusi ekonomi, ya revolusi sosial, ya revolusi membentuk manusia Indonesia baru. Revolusi yang demikian ini tidak akan selesai dalam tempo satu dua tahun. Revolusi yang demikian ini akan memakan berpuluh-puluh tahun....
Revolusi nasional kita memang belum selesai. Semoga tidak seorangpun dari bangsa Indonesia melupakan hal ini !

Sosialisme bukan benda yang jatuh dari langit, 20 Mei 1963

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, November 13, 2009 0 komentar




Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, November 10, 2009 1 komentar



Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Monday, November 9, 2009 0 komentar



Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, November 8, 2009 1 komentar




Video Soekarno berjudul: "Pembebasan Irian Barat", Download in here
Video Soekarno berjudul: "Militer tidak boleh berpolitk", Download in here
Video Soekarno berjudul: "Pesan Soekarno kepada generasi penerus", Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Saturday, November 7, 2009 0 komentar


Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, November 1, 2009 0 komentar


President Soekarno with Japanese Royalty

Original caption:

President Soekarno Guest of Japanese Emperor. Tokyo, Japan: President Soekarno (center) of Indonesia with Emperor Hirohito of Japan (left) and Crown Prince Akihito when Soekarno was guest of the emperor at luncheon in the Imperial Palace in Tokyo.
The Indonesian president is on a tour of "rest" from his presidential duties. He is being given the red carpet treatment in Japan amid rumors that he is an unofficial link for Afro-Asian leaders who want the US and Russia to get together in another summit conference. February 3, 1958.

Image: © Bettmann/CORBIS
Photographer: Ichiro Fujimura
Date Photographed: February 3, 1958

Diposkan oleh Anak Pribumi Saturday, October 31, 2009 0 komentar


Indonesian President and Ministers

Original caption:
General views of Indonesia President President Soekarno with other ministers.

Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: April 15, 1966

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, October 30, 2009 0 komentar


President Soekarno Shaking Hands with Dag Hammarskjold

Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: May 24, 1956

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, October 29, 2009 0 komentar


Original caption: 4/24/1961 - Andres Air Force Base, MD.

Soekarno Here For Talks: President Kenendy and Indonesian President Soekarno are shown in back of limousine following the latter's arrival here today. Soekarno is here for talks which may provide a gauge of U.S. prestige in the wake of the Cuban incident.

Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: April 24, 1961

Diposkan oleh Anak Pribumi Saturday, October 24, 2009 0 komentar

Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, October 21, 2009 0 komentar

Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, October 20, 2009 0 komentar


President and Mrs. Eisenhower and Achmed Soekarno

Original caption: 5/19/1956-Washingto n, D.C.- President and Mrs. Eisenhower are greeted by President Achmed Soekarno of Indonesia as they arrived at the Mayflower Hotel for a dinner given by President Soekarno in their honor.
Speaking at the dinner, President Eisenhower said that Dr. Soekarno has given the US a "new thought, feeling and conception of freedom."

In a toast to Mr. Eisenhower, President Soekarno said: "From what I have seen, this is a country of democracy and freedom."
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: May 19, 1956

Diposkan oleh Anak Pribumi Monday, October 19, 2009 0 komentar


Soekarno with Nikita Khrushchev

Original caption: 10/6/1960-New York, NY-

Soviet Premier Nikita Khrushchev (L) stands silently by, as President Soekarno of Indonesia speaks to newsmen outside the Soviet U.N. delegation headquarters. Soekarno spoke to reporters after a 40-minute meeting with the Soviet Premier.
Before his departure from the U.S., Soekarno issued a gloomy statement saying the session had accomplished very little.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: October 6, 1960

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, October 18, 2009 0 komentar

Soekarno Chats With Mao Tse-Tung

Original caption: 11/24/1956-Peiping, China:

President Soekarno of Indonesia, left, is seen chatting with Chairman Mao Tse-Tung of the People's Republic of China (Communist) during a banquet here given by the chairman of the Red China in honor of the Indonesian President.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: November 24, 1956

Diposkan oleh Anak Pribumi Saturday, October 17, 2009 0 komentar

"Militer tidak boleh ikut-ikut politik" Demikian adalah kutipan pidato yang disampaikan Soekarno. Segera miliki MP3-nya dengan Download di bawah ini.
Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, October 16, 2009 0 komentar


President of Indonesia, Achmad Soekarno, in 1949.
Image: © Hulton-Deutsch Collection/CORBIS
Photographer: Bert Hardy
Date Photographed: April 1949

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, October 15, 2009 0 komentar


Original caption: 7/6/1965-Cairo, Egypt-
Cruising up the Nile River,

Communist China's Premier Chou En-Lai (l) looks at the sights while his companion, President Soekarno of Indonesia checks the time. Both men were in Egypt awaiting the opening of the Afro-Asian Conference, which was to be held in Algiers.
Chou stayed on in the Egyptian capital after the conference was postponed.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: July 6, 1965

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, October 14, 2009 0 komentar


Tan Malaka - Parlemen or Soviet 1921, Download in here
Tan Malaka - Komunisme and Pan-Islamisme 1922, Download here
Tan Malaka - GERPOLEK 1948, Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, October 13, 2009 0 komentar


Kennedy and Johnson with Indonesia's Soekarno 1961
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: April 25, 1961

Diposkan oleh Anak Pribumi Monday, October 12, 2009 0 komentar


President Soekarno of Indonesia is shown here delivering his speech to the United Nations.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: October 2, 1960

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, October 11, 2009 0 komentar



Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Saturday, October 10, 2009 0 komentar



Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, October 9, 2009 0 komentar

Soekarno's Orations, title Makna Tauhid
Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, October 8, 2009 0 komentar



flv version, download in here
avi version, download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, October 7, 2009 0 komentar


Tan Malaka (1894 - February 21, 1949) was an Indonesian nationalist activist and communist leader. A staunch critic of both the colonial Dutch East Indies government and the republican Sukarno administration that governed the country after the Indonesian National Revolution, he was also frequently in conflict with the leadership of the Communist Party of Indonesia (PKI), Indonesia's primary radical political party in the 1920s and again in the 1940s.

A political outsider for most of his life, Tan Malaka spent a large part of his life in exile from Indonesia, and was constantly threatened with arrest by the Dutch authorities and their allies. Despite this apparent marginalization, however, he played a key intellectual role in linking the international communist movement to Southeast Asia's anti-colonial movements. He was declared a National Hero of Indonesia by the People's Consultative Assembly in 1963.

A member of the Minangkabau ethnic group, Tan Malaka was born in Suliki, West Sumatra in 1894. His given name was Datuk Ibrahim gelar Sutan Malaka, but he was known both as a child and as an adult as Tan Malaka, an honorary name inherited from his mother's aristocratic background.

From 1908 to 1913 he attended a teacher training school established by the Dutch colonial government in Bukittinggi, the intellectual center of Minangkabau culture. Here he began to learn the Dutch language, which he was to teach to Indonesian students. In 1913 he received a loan from the elders of his home village to pursue further education in the Netherlands, and from then until 1919 he studied at the Government Teachers Training School (Rijkskweekschool) in Haarlem.

It was during this stay in Europe that he began to study communist and socialist theory, and through interaction with both Dutch and Indonesian students became convinced that Indonesia must be freed from Dutch rule through revolution. In his autobiography Tan Malaka cited the Russian Revolution of 1917 as a political awakening, increasing his understanding of links between capitalism, imperialism, and class oppression.

He became seriously ill with tuberculosis in the Netherlands, which he attributed to the cold climate and unfamiliar diet. This was the beginning of lifelong health problems that frequently interfered with his work.

In response to the Persatuan Perjuangan's continued opposition, the Sukarno government arrested most of the coalition's leadership, including Tan Malaka, in March 1946. He remained in jail until September 1948.

During his detention, the PKI emerged as the strongest critic of the government's diplomatic stance. The translator of his autobiography, Helen Jarvis, has argued that Tan Malaka and the rest of the Persatuan Perjuangan leaders were released to provide a less threatening opposition than the PKI. By now, Tan Malaka and the PKI were thoroughly estranged; he was hated within the party for his harsh criticisms of the 1920s, and he distrusted the strategic judgement of the current PKI leaders.

Upon his release, he spent late 1948 in Yogyakarta, working to form a new political party, called the Partai Murba (Proletarian Party), but was unable to repeat his previous success at attracting a popular following. When the Dutch captured the national government in December 1948, he fled the city for rural East Java, where he hoped he would be protected by anti-republican guerrilla forces. He established his head quarter in Blimbing, a village surrounded by rice fields. He connected himself to major Sabarudin, leader of the Bataljon 38. In Malaka's opinion Sabarudin's was the only armed group that was really fighting the Dutch. Sabarudin however was in conflict with all other armed groups. On February 17, the TNI leaders in East Java decided that Sabarudin and his companions were to be captured and convicted following military law. On the 19th they captured Tan Malaka in Blimbing. On February 20 the infamous Dutch Korps Speciale Troepen (KST) happened to start the so called 'operation Tiger' from the East Javanese town of Nganjuk. They advanced quickly and brutally. Poeze (2007) describes in detail how the TNI soldiers fled into the mountains and how Tan Malaka, already injured, walked into a TNI-post and was promptly executed on February 21, 1949. No report was made and Malaka was buried in the woods.

Indonesian Version
Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, October 6, 2009 0 komentar

Download in here

From: Kompas, Friday August 9, 2002

Diposkan oleh Anak Pribumi 0 komentar

President Soekarno, the first leader of Indonesia after it became a republic in 1945, inspects his troops.

Image: © Hulton-Deutsch Collection/CORBIS
Date Photographed: October 1965

Diposkan oleh Anak Pribumi Monday, October 5, 2009 0 komentar

Indonesia Version:

“Pada satu waktu saya sampai kepada suatu saat memerlukan satu nama umum bagi semua yang kecil-kecil ini. Ya buruh, ya tani, ya pegawai, ya nelayan dan lain-lainnya, semuanya tidak ada yang besar, melainkan kecil-kecil s...emuanya. Lantas saya beri nama kepada semuanya itu Marhaen!".

Marhaenisme berarti: faham nasionalisme Indonesia yang memihak kepada Marhaen. Siapa saja nasionalis Indonesia yang berpihak pada Marhaen, adalah seorang Marhaenis. Baik orang Marhaen sendiri maupun intelektual, yang memihak pada Marhaen adalah Marhaenis.

(Fikiran Ra’jat, 1 July 1932)

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, October 4, 2009 0 komentar

This in archives about Syahrir from New York Times (1945).
Archives contain:
  1. Syahrir - Java Truce Talks Halted Abruptly
  2. Syahrir - WOULD LET DUTCH TROOP STAY
  3. Syahrir - Moslem Fanatics Fight in Surabaya
  4. Syahrir - Trouble in the east

Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Saturday, October 3, 2009 0 komentar

Arsip sejarah, Bung Karno original 1926 in Soeloeh Indonesia Muda : Nationalism, Islam and Marxism after transleted Ruth McVey.

Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, October 2, 2009 0 komentar


Sutan Sjahrir (5 March 1909 — 9 April 1966) was the first prime minister of Indonesia, after a career as a key Indonesian nationalist organizer in the 1930s and 1940s.
Sjahrir was born in 1909 in Padang Panjang, West Sumatra. His father was an advisor to the Sultan of Deli. He studied in Medan and Bandung, and then studied law at Leiden University, The Netherlands around 1929. In Holland he gained an appreciation for socialist principles, and was a part of several labor unions as he worked to support himself. He was briefly the secretary of the Indonesian Association (Perhimpunan Indonesia), an organization of Indonesian students in the Netherlands.

He returned to Indonesia in 1931 without finishing a law degree. He helped set up the Indonesian National Party (PNI), and became a close associate of future vice president Mohammad Hatta. He was imprisoned by the Dutch for nationalist activities in November 1934, first in Boven Digul, then on Banda, and then in 1941, just before the Indies fell to the Japanese, to Sukabumi. During the Japanese occupation of Indonesia he had little public role, apparently sick with tuberculosis.
He was appointed Prime Minister by President Sukarno in November 1945 and served until June 1947. Sjahrir founded the Indonesian Socialist Party in 1948, which, although small, was very influential in the early post-independence years, because of the expertise and high education levels of its leaders. But the party performed poorly in the 1955 elections and was banned by President Sukarno in 1960. Sjahrir was jailed in the early 1960s, and died in exile in Zürich, Switzerland in 1966.

Download about Syahrir, in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, October 1, 2009 0 komentar


Japanese Prime Minister Kishi Nobusuke (L) greets Indonesian President Soekarno during a state visit in Tokyo, Japan.

Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: 1958

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, September 30, 2009 0 komentar


Richard Nixon Speaking with Achmed Soekarno

Visiting president chats with "veep." Washington, D.C.
President Achmed Soekarno of Indonesia, currently on an 18 day official visit to the United States, is shown (left) chatting with Vice President Richard Nixon shortly before a capitol luncheon given in his honor by Mr. Nixon yesterday. The visiting chief of state also addressed a joint session of Congress yesterday, an honor accorded only to leaders of key nations.

Image: © Bettmann/CORBIS
Photographer: Al Muto
Date Photographed: May 18, 1956

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, September 29, 2009 0 komentar

Tanah Air Adalah Amanat Tuhan

Kita berkewajiban membuat senang kepada Tuhan.
Kita berkewajiban untuk tidak membuat murka-Nya.
Kita berkewajiban untuk menjalankan amar makruf nahi munkar,
agar Tuhan bisa menjalankan rahmaniah-Nya dan rahimiah-Nya.
Antara lain terhadap tanah air dan masyarakat ini.
Tuhan meng-gubrakkeun kita di dunia ini, sebagai kukatakan tadi,
zonder kita beramal apa-apa sudah kita diberi tanah air,
diberi tanah yang cantik ini, diberi air yang segar ini,
diberi udara yang segar ini, diberi masyarakat yang kita hidup di antaranya.
Ini pun satu rahmaniah Tuhan. Kita dilahirkan bukan di dalam gua,
kita digubrakkeun bukan di dasar lautan.
Tidak! Kita digubrakkeun di Indonesia dengan pulau-pulaunya yang cantik molek,
dengan natur, alamnya yang begini segar.
Kita tidak dilahirkan di kalangan masyarakat semut atau bebek atau angsa.
Tidak! Kita digubrakkeun di kalangan masyarakat manusia.
Oleh karena itulah maka saya selalu berkata bahwa tanah air dan masyarakat ini adalah amanat Tuhan kepada kita. “Hai manusia, Aku gubrakkeun engkau di atas bumi tanah air ini.
Aku gubrakkeun engkau di antara masyarakat ini.
Inilah amanah-Ku: tanah air yang aku berikan kepadamu masyarakat manusia yang di antaranya Aku gubrakkeun.
Amanah ini engkau harus pelihara, tanah air ini harus engkau pelihara baik-baik, masyarakat ini engkau harus pelihara baik-baik, sehingga kita merasa sebagai satu kewajiban untuk memelihara tanah air ini, untuk memelihara masyarakat ini. Oleh karena itu saya, di dalam pidato-pidato saya, selalu saya tekankan bekerjalah, berjuanglah untuk tanah air ini,
bekerjalah dan berjuanglah untuk masyarakat ini.

Soekarno, Februari 15, 1964, in Baiturrahim Mosque, Jakarta

Diposkan oleh Anak Pribumi Monday, September 28, 2009 0 komentar

Tidak Ada Satu Bangsa yang Cukup Baik Untuk Memerintah Bangsa Lain

Kita tidak mau menjadi satu bangsa tiruan, tidak mau mendjadi satu bangsa jiplakan. Kita tidak mau menjadi satu bangsa copy. Tidak! Kita mau mendjadi satu bangsa Indonesia. Kita mau mendjadi satu bangsa dengan kepribadian kita sendiri. Dengan corak djiwa sendiri. dengan roman muka sendiri. Tidak mau kita menjadi satu bangsa satelit, tidak mau menjadi satu bangsa pembebek, tidak mau menjadi satu bangsa peniru, tidak mau menjadi satu bangsa pengcopy, tidak mau menjadi satu bangsa penjiplak. Ya tidak mau.

Kita tidak mau menjiplak Amerika Serikat, kita tidak mau menjiplak Soviet Uni, kita tidak mau menjiplak RRT, kita tidak mau menjiplak India, kita tidak mau mendjiplak Mesir, kita tidak mau menjiplak Inggeris, tidak mau” menjiplak Italia. Tidak mau menjiplak. Kita mau mendjadi satu bangsa berdiri diatas own identity. Bangsa dengan kepribadian kita sendiri. Kita di dalam perjalanan kita itu, itu jang kita cari. ya berjuang, berjuang, bahkan mengalir laksana air bah sungai jang menghancur leburkan tiap-tiap rintangan jang ditaruh imperialisme dihadapan jalannja. Bukan saja itu. Kitapun satu bangsa jang didalam perdjalanan kita untuk mencari diri kita sendiri. Mencari roman kita sendiri. Mencari kepribadian kita sendiri, own identity kita sendiri.


Soekarno, Setengah Abad Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 1958

Diposkan oleh Anak Pribumi Saturday, September 26, 2009 0 komentar

Soekarno's Orations about Tan Malaka:

Saya kenal Almarhum TAN MALAKA. Saya baca semua ia punya tulisan-tulisan. Saya berbicara dengan beliau berjam-jam, – dan selalu di dalam pembicaraan-pembicaraan saya dengan Almarhum TAN MALAKA ini – kecuali tampak bahwa TAN MALAKA adalah pencinta Tanah Air dan Bangsa Indonesia, ia adalah Sosialis yang sepenuh-penuhnja.

Ir. Soekarno pada Resepsi Pembukaan Kongres ke V Partai Murba, 15 Desember 1960, Bandung

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, September 25, 2009 0 komentar


President Soekarno was taken prisoner by Dutch troops in an attempt to retain control of Indonesia.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: ca. 1945-1949

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, September 18, 2009 0 komentar

Siapa yang Bertanggung Jawab

Kenapa saya saja yang diminta pertanggungan-jawab atas terjadinya G-30-S atau yang saya namakan Gestok itu?
Tidakkah misalnya Menko Hankam (waktu itu) juga bertanggung jawab?
Sehubungan dengan ini saya menanya:

Siapa yang bertanggung jawab atas usaha membunuh Presiden-Pangti dengan penggranatan hebat di Cikini?
Siapa yang bertanggung jawab atas usaha membunuh saya dalam "peristiwa Idhul Adha?"
Siapa yang bertanggung jawab atas pembrondongan dari pesawat udara kepada saya oleh Maukar?
Siapa yang bertanggung jawab atas penggranatan kepada saya di Makassar?
Siapa yang bertanggung jawab atas pemortiran kepada saya di Makassar?
Siapa yang bertanggung jawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di dekat gedung Stanvac?
Siapa yang bertanggung jawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di sebelah Cisalak?
Dan lain-lain.

Syukur Alhamdulillah, saya dalam semua peristiwa itu dilindungi oleh Tuhan! Kalau tidak,
tentu saya sudah mati terbunuh! Dan mungkin akan Saudara namakan satu “tragedi nasional” pula. Tetapi sekali lagi saya menanya: Kalau saya disuruh bertanggung jawab atas terjadinya G-30-S, maka saya menanya: siapa yang harus dimintai pertanggunganjawab atas usaha pembunuhan kepada Presiden/Pangti, dalam tujuh peristiwa yang saya sebutkan di atas itu?
Kalau bicara tentang “Kebenaran dan Keadilan",
maka saya pun minta, “Kebenaran dan Keadilan”!

Ir. Soekarno, Pelengkapan Pidato Nawaksara, Jakarta, 10 Januari 1967

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, September 10, 2009 0 komentar

Persembahkan Hidup untuk Perjoangan Rakyat

Saya pernah berpidato, pernah mengatakan, apa yang membuat manusia itu berharga?
Apa ia punya kedudukan? Tidak sama sekali tidak! Kedudukan, tidak.
Huuh, malahan pada waktu saya masih kecil “ngelesot” di kotaknya Ki Dalang,
wah, saya perhatikan benar apa yang menjadi perdebatan antara Arjuna dan Karna.
Arjuna itu pernah, berhadap-hadapan dengan Karna, sebab dia menghina kepada Karna.
Aku orang bangsawan, aku anak raja, aku tidak mau berjuang dengan engkau turunan orang kecil, turunan orang rendah.

Karna berkata, he, yang menjadi ukuran besar atau kecilnja manusia,
ukuran tinggi atau rendahnya manusia, bukan ia punya keturunan, sama sekali tidak.
Yang menjadi ukuran tinggi rendahnya derajat manusia ialah budi pekerti yang bersemayam
didalam dada manusia itu.

Demikian pula, demikian pula, Saudara-saudara, dengan pekerjaan,
jangan kira cuma pekerjaan yang tinggi-tinggi di atas kursi yang mentul-mentul,
duduk di dalam auto Impala, Saudara-saudara, bahwa itulah kedudukan yang baik, sama-sekali tidak. Aku pernah berkata, ada orang kaya raya, auto Impala, auto Mercedes, gedungnya tiga, empat, lima tingkat, tempat tidurnya kasurnya tujuh lapis mentul-mentul, Saudara-saudara. Tiap-tiap hari makan empat, lima, enam, tujuh kali. Ya, seluruh rumahnya itu laksana ditabur dengan ratna mutu manikam, kakinya tidak pernah menginjak ubin, yang diinjak selalu permadani yang tebal dan indah. Tapi orang yang demikian itu, pengkhianat. Tapi orang yang demikian itu menjadi kaya oleh karena korupsi. Orang yang demikian itu di wajah-Nya Tuhan Yang Maha Esa, adalah orang yang rendah. Di wajah Tuhan Yang Maha Esa dia adalah orang yang rendah!

Sebaliknya, kataku dalam pidato itu, ambil seorang penjapu jalan. Penjapu jalan di sana, di Jalan Thamrin atau Jalan Sudirman atau jalan-jalan lain, nyapu jalan, Saudara-saudara. Pada waktu kita enak-enak tidur waktu malam, dia menyapu jalan, tangannya menjadi kotor oleh karena dia menyapu segala ciri-ciri dan kotor-kotor dari jalan itu, tetapi Saudara-saudara, dia mendapat nafkah dari kerjanya itu dengan jalan yang halal dan baik. Dia dengan uang jang sedikit yang dia dapat dari Kotapraja, Pak Gubernur Sumarno, Saudara-saudara, ya mendapat gaji daripada Kotapraja uang jang sedikit, dia belikan beras, dan dia tanak itu beras, dan dia makan itu nasi dengan istri dan anak-anaknya, bukan diatas kursi yang mentul-mentul, bukan di atas permadani jang tebal, bukan dari piring yang terbuat daripada emas, tidak dengan sendok dan garpu, dia makan makanan yang amat sederhana sekali, dan dia mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT: “Ya Allah ya Rabbi, terima kasih, bahwa Engkau telah memberiku cukup makan bagiku, bagi istriku, bagi anak-anakku. ya Allah ya Rabbi, aku terima kasih kepada Mu”. Orang jang demikian ini, menyapu jalan, dia adalah orang mulia dihadapan Allah SWT.

Ir. Soekarno, Kongres Persatuan Pamong Desa Indonesia (PPDI) di Istana Negara, Jakarta, 12 Mei 1964

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, September 8, 2009 0 komentar

Original caption:

U.S. Special Envoy Ellsworth Bunker, right, and Ambassador Howard P. Jones, center, chatting with Indonesian President Soekarno April 6, 1965, at the Presidential Palace in Djakarta. The Americans met with Indonesian officials in efforts to stop the "decline" of U.S. Indonesian relations.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: April 6, 1965

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, September 6, 2009 0 komentar

9/29/60-Yugoslavia.

5 top neutralist countries called upon Pres. Dwight Eisenhower & Premier Nikita Khrushcev to resume their personal diplomacy with a face to face conference.
The move resulted from a "neutralist summit conference" late sept. 29. Shown here at the end of the conference are (L to R) PM Pandit Jawaharlal Nehru of India, Pres. Kwame Nkrumah of Ghana, Pres. Gamal Abdel Nasser of United Arab Rep., Pres. Soekarno of Indonesia, & Pres. Tito of Yugoslavia.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: September 29, 1960

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, September 4, 2009 0 komentar

Nasionalisme

Nasionalisme kita itu adalah Nasionalisme jang amat luas sekali,
Nasionalisme kita itu adalah satu Nasionalisme jang berisikan matjam-matjam tuntutan hidup agar supaja Rakjat Indonesia ini benar-benar mendekati Rakjat jang bahagia.
Dengan tegas saja berkata,
seorang Nasionalis tanpa tekanan kata misalnya kepada tuntutan Sosial,
artinja seorang Nasionalis tanpa menekankan ia punja kata kepada tuntutan,
agar supaja di tanah air Indonesia ini diadakan suatu masjarakat jang adil dan makmur,
jang memberi kebahagiaan kepada semua manusia Indonesia diatasnja.
Nasionalis jang demikian itu bukanlah Nasionalisme komplit.

Soekarno, Pembukaan Kongres ke V Partai Murba 15 Desember 1960

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, September 2, 2009 0 komentar



Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, August 26, 2009 0 komentar

JADILAH PATRIOT KOMPLIT

Saudara-saudara, pemuda dan pemudi,
saya menghendaki jikalau engkau benar-benar patriot komplet,
cintailah tanah airmu, bekerjalah agar supaja tanah airmu itu menjadi besar di bidang politik,
tetapi bekerjalah juga untuk cita-cita sosial ekonomi daripada rakjat Indonesia,
mengadakan satu masyarakat adil dan makmur;
tetapi juga cintailah kebudayaan bangsa Indonesia sendiri!
Kembalilah kepada kepribadian kita sendiri!

Jikalau kita sudah kembali kepada kepribadian kita sendiri, kita mencintai kebudajaan kita sendiri.

Saudara-saudara, bagi seorang patriot komplet,
jang dinamika Indonesia itu bukan sekedar 3000 pulau jang terserak antara Sabang dan Merauke;
bukan sekedar: ini Sumatra, ini Jawa, in Kalimantan, ini Sulawesi, ini Halmahera,
ini Maluku, ini Irian Barat. Buat seorang patriot komplet,
Indonesia bukan sekedar rangkaian kepulauan jang digambarkan di atas peta,
buat seorang patriot komplet segala hal ini adalah Indonesia.

Bagiku misalnya anak-anakku sekalian, aku mengucapkan syukur kepada Tuhan Jang Maha Esa,
bolehkah saja katakan bahwa saja ini patriot komplet?
Sebab saja cinta kepada kemerdekaan Indonesia, saya cinta kepada masyarakat Sosialis Indonesia,
saya cinta kepada kultur Indonesia, saya cinta kepada seni Indonesia, sehingga ada orang yang berkata: Bung Karno itu segalanya itu seni, seni, artis-artis.
Boleh saya katakan, saya ini adalah patriot komplet.
Bagi saja Indonesia ini bukan sekedar pulau-pulau di atas peta;
bagi saya Indonesia adalah satu totaliteit.
Jikalau aku bediri di Pantai Nyliyep dan aku mendengar lautan Hindia bergelora membanting di Pantai Ngliyep itu, saya tidak lagi mendengarkan lagi air laut dibanting di pantai,
saya mendengarkan sajak, lagu Indonesia.
Jikalau aku melihat sawah-sawah jang menguning-menghijau,
saya tidak melihat lagi batang-batang padi jang menguning menghijau,
saya melihat Indonesia Jikalau aku melihat gunung-gunung,
Gunung Semeru, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelabat, gunung jang lain lain, membiru menjulang ke langit, aku tidak hanja melihat gunung-gunung,
aku melihat Indonesia. Jikalau aku mendengarkan lagu-lagu jang merdu dari Batak, bukan lagi lagu Batak jang kudengarkan, aku mendengarkan Indonesia.
Jikalau aku mendengarkan Indonesia. Jikalau saya mendengarkan Pangkur Palaran,
bukan Pangkur Palaran jang saja dengarkan, saya mendengarkan Indonesia.
Jikalau saya mendengarkan lagu Olesio dari Maluku, bukan lagi saya mendengarkan lagu Olesio, saya mendengarkan Indonesia. Lebih daripada itu, jikalau saya mendengarkan burung perkutut menyanyi di pohon di tiup oleh angina sepoi-sepoi, saya bukan mendengarkan burung perkutut, tetapi saja mendengarkan Indonesia. Jikalau saya menghirup udara ini, saya tidak lagi menghirup udara, tetapi saya menghirup Indonesia.

Ya, segala hal di sekeliling saya ini, ya buminya, ya pohonanya, ya gunungnya, ya langitnya,
ya awannya, ya, jikalau aku melihat awan berarak, sebab ini awan adalah lain macam daripada awan yang saya lihat di Eropa, apalagi di Eropa bagian Utara, awannya mega putih yang berarak tidak seperti di sini, jikalau aku melihat mega putih berarak di langit, aku tidak lagi melihat mega putih, aku melihat Indonesia.

Sebagai tadi kukatakan, segala ini adalah Indonesia bagiku. Ini adalah satu totaliteit.
Maka oleh karena itu aku berkata dengan mengucap syukur kepada Tuhan Jang Maha Esa:
saya boleh mengatakan aku ini patriot komplet.
Dan mengajak kepada semua pemuda dan pemudi:
“Jadilah patriot komplet; janganlah sekedar patriot politik saja.”

Soekarno, Surabaja, 28 oktober 1959

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, August 23, 2009 0 komentar



Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, August 18, 2009 0 komentar

Firman Tuhan inilah Gitaku

Baca Manipol, baca semua pidato-pidato saya yang dulu,
dan benang-merah yang menjelujuri semua pidato-pidato saya
itu ialah: perdjoangan, perdjoangan, sekali lagi perdjoangan,
dan bahwa Revolusi adalah perdjoangan.
“Innallaha la yu ghoyiru ma bikaumin, hatta yu ghoriyu ma biamfusihim”.
“Tuhan tidak merubah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnja sendiri”.

Firman Tuhan inilah harus menjadi gitamu: Berdjoang, berusaha, membanting tulang, memeras keringat, mengulur-ulurkan tenaga, aktif, dinamis, meraung, menggeledek, menguntur, -
dan selalu sungguh-sungguh, tanpa kemunafikan, ikhlas berkorban untuk cita-cita yang tinggi.

Soekarno, Tavip 1964

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, August 16, 2009 0 komentar



Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, August 14, 2009 0 komentar


President Soekarno Addressing May Day Rally

Original caption: 5/7/1965-Djakarta, Indonesia.
President Soekarno of Indonesia addresses a mass May Day rally in the Sports Hall Building.

Soekarno announced his decision not to attend a peace conference with Malaysian Prime Minister Rahman in Tokyo. The announcement was viewed as a victory for Indonesia's powerful Communist Party.
Posters above the silent crowd stress the unity of the working classes in their struggle to overcome "imperialism. "
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: May 7, 1965

Diposkan oleh Anak Pribumi Tuesday, August 11, 2009 0 komentar

Pidato Soekarno Berjudul Makna Tauhid
Download in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Monday, August 10, 2009 0 komentar

Pidato tertulis PJM Presiden Sukarno pada Konferensi Besar GMNI di Kaliurang Jogjakarta, 17 Februari 1959.

Terlebih dahulu saya mengucapkan selamat dengan Konferensi Besar GMNI ini.
Dengan gembira saya membaca, bahwa asas tujuan GMNI adalah Marhaenisme.

Apa sebab saya gembira?

Tidak lain dan tidak bukan, karena lebih dari 30 tahun yang lalu saya juga pernah memimpin suatu gerakan rakyat—- suatu partai politik—- yang asasnya pun adalah Marhaenisme.

Bagi saya asas Marhaenisme adalah suatu asas yang paling cocok untuk gerakan rakyat di Indonesia.
Rumusannya adalah sebagai berikut:
Marhaenisme adalah asas, yang menghendaki susunan masyarakat dan Negara yang didalam segala halnya menyelamatkan kaum Marhaen.
Marhaenisme adalah cara perjuangan yang revolusioner sesuai dengan watak kaum Marhaen pada umumnya.
Marhaenisme adalah dus asas dan cara perjuangan “tegelijk”, menuju kepada hilangnya kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.
Secara positif, maka Marhaenisme saya namakan juga sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi; karena nasionalismenya kaum Marhaen adalah nasionalisme yang sosial bewust dan karena demokrasinya kaum Marhaen adalah demokrasi yang social bewust pula.

Dan siapakah yang saya namakan kaum Marhaen itu?
Yang saya namakan Marhaen adalah setiap rakyat Indonesia yang melarat atau lebih tepat: yang telah dimelaratkan oleh setiap kapitalisme, imprealisme dan kolonialisme.

Kaum Marhaen ini terdiri dari tiga unsur:
Pertama : Unsur kaum proletar Indonesia (buruh)
Kedua : Unsur kaum tani melarat Indonesia, dan
Ketiga : kaum melarat Indonesia yang lain-lain.

Dan siapakah yang saya maksud dengan kaum Marhaenis? Kaum Marhaenis adalah setiap pejuang dan setiap patriot Bangsa.
Yang mengorganisir berjuta-juta kaum Marhaen itu, dan
Yang bersama-sama dengan tenaga massa Marhaen itu hendak menumbangkan sistem kapitalisme, imprealisme, kolonialisme, dan
Yang bersama-sama dengan massa Marhaen itu membanting tulang untuk membangun Negara dan masyarakat, yang kuat, bahagia sentosa, adil dan makmur.

Pokoknya ialah, bahwa Marhaenis adalah setiap orang yang menjalankan Marhaenisme seperti yang saya jelaskan di atas tadi.Camkan benar-benar!: setiap kaum Marhaenis berjuang untuk kepentingan kaum Marhaen dan bersama-sama kaum Marhaen!

Apa sebab pengertian tentang Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu saya kemukakan kepada Konferensi Besar GMNI dewasa ini?

Karena saya tahu, bahwa dewasa ini ada banyak kesimpangsiuran tentang tafsir pengertian kata-kata Marhaenisme, Marhaen dan Marhaenis itu.

Saya harapkan mudah-mudahan kata sambutan saya ini saudara camkan dengan sungguh-sungguh, dan saudara praktikkan sebaik-baiknya, tidak hanya dalam lingkungan dunia kecil mahasiswa, tetapi juga di dunia besar daripada massa Marhaen.

Sebab tanpa massa Marhaen, maka gerakanmu akan menjadi steril!
Karena itu:

Lenyapkan sterilitiet dalam Gerakan Mahasiswa!

Nyalakan terus obor kesetiaan terhadap kaum Marhaen!

Agar semangat Marhaenisme bernyala-nyala murni!

Dan agar yang tidak murni terbakar mati!

Sekian dulu, dan sekali lagi saya ucapkan selamat kepada Konferensi

Besar GMNI, dan mudah-mudahan berhasilLah Konferensi Besar ini.

Jakarta, 17 Februari 1959

PRESIDEN/PANGLIMA TERTINGGI/
PEMIMPIN BESAR REVOLUSI

SUKARNO
BAPAK MARHAENISME

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, August 7, 2009 0 komentar

Saya dengan hati-hati menggunakan perkataan “nasionalisme”.

Karena saya tahu bahwa dibanyak negeri dan dibanyak daerah nasionalisme
merupakan doktrine politik yang sudah tidak laku lagi.
Tetapi haraplah diingat.
Tuan ketua, bahwa bagi kami di Asia Afrika nasionalisme
adalah semangat yang muda dan progressief.
Kami tidak menyamakan nasionalisme dengan chauvinisme
dan kami tidak memberi arti kepada nasionalisme,
bahwa bangsa kami lebih tinggi dari pada bangsa-bangsa lain. Tidak.
Bagi kami nasionalisme berarti membangun kembali bangsa-bangsa kami,
nasionalisme berarti usaha untuk memberi kedudukan yang sama pada bangsa kami;
ia berarti hasrat untuk memegang hari kemudian di tangan kami sendiri.

Soekarno dihadapan Kongres Amerika Serikat, 17 Mei 1956

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, August 6, 2009 0 komentar

Soekarno's Orations, title:Kemerdekaan tidak menyudahi soal-soal,
kemerdekaan malah membangun soal-soal,
tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk memecahkan soal-soal itu.
Hanya ketidak-kemerdekaanlah yang tidak memberi jalan untuk memecahkan soal-soal ...
Rumah kita dikepung, rumah kita hendak dihancurkan ....
Bersatulah Bhinneka Tunggal Ika.
Kalau mau dipersatukan, tentulah bersatu pula.

Soekarno, 17 Agustus 1948

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, August 5, 2009 0 komentar

Kita memproklamirkan negara ada gampang,
tapi mempertahankan negara, memiliki negara agak sukar.

Hanya Rakyat jang mempunyai rasa penuh tanggung-jawab tadi,
tidak bosanan, itulah yang mendapat negara jang abadi.
Barang siapa jang ingin mutiara harus berani terdjun di lautan yang dalam.
Janganlah lembek, mohon pada Tuhan supaya bangsa Indonesia menjadi satu bangsa jang Jaya di dunia, menjadi bangsa kuat dan tabah.

Soekarno, 17 Agustus 1946

Diposkan oleh Anak Pribumi Monday, August 3, 2009 0 komentar

President Achmad Soekarno Calming down Protesters.

President Achmad Soekarno, shown here speaking to a crowd in September of 1950, was reported trying to calm thousands of angry demonstrators near the presidential palace in Jakarta, October 17.
An artilery battery was brought into position outside the palace as president Sukarno talked to the crowd which had formed to demand the dissolution of Parliament and general elections. Pres. Soekarno told the throng that he did not want to become a dictator and that he would arrange for elections as soon as possible.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: October 17, 1952

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, August 2, 2009 0 komentar

President Soekarno Saying Goodbye to His Daughters

Surrounded by citizens of Jakarta, President Soekarno kisses his youngest daughter, Sukmawati, goodbye while his other daughters, Rachmawati (center) and Megawati (left), wait their turn. The Indonesian President was leaving for a three-week vacation in Tokyo.
Image: © Bettmann/CORBIS
Date Photographed: November 19, 1962

Diposkan oleh Anak Pribumi 0 komentar

Engkau nanti akan melihat matahari terbit, jadilah manusia yang berarti, manusia yang manfaat, manusia yang pantas untuk menyambut terbitnya matahari.

Yang pantas menyambut terbitnya matahari itu hanya manusia-manusia abdi Tuhan, manusia-manusia yang manfaat.

Ibu menghendaki aku menjadi manusia yang pantas menyambut terbitnya matahari, oleh karena aku dikatakan oleh Ibu adalah anak fajar.

Tuhan memberi otak kepada manusia, memberi pikiran kepada manusia. Tuhan memberi juga rasa kepada manusia. Tuhan memberi kenang-kenangan kepada manusia. Hanya manusia yang otaknya cerdas, rasa hatinya baik, kenang-kenangannya tinggi, bisa menjadi manusia yang manfaat

Bercita-cita Setinggi Bintang Di langit
Soekarno,Jakarta, 2 Mei 1964

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, July 30, 2009 0 komentar


Sukarno, born Kusno Sosrodihardjo (6 June 1901 – 21 June 1970) was the first President of Indonesia. He helped the country win its independence from the Netherlands and was President from 1945 to 1967, presiding with mixed success over the country's turbulent transition to independence. Sukarno was forced out of power by one of his generals, Suharto, who formally became President in March 1967.

The spelling "Sukarno" is frequently used in English as it is based on the newer official spelling in Indonesia since 1947 but the older spelling Soekarno is still frequently used, mainly because he signed his name in the old spelling. Official Indonesian presidential decrees from the period 1947-1968, however, printed his name using the 1947 spelling. The Soekarno-Hatta International Airport which serves near Jakarta, the capital of Indonesia for exemple, still uses the older spelling.

Indonesians also remember him as Bung Karno or Pak Karno. Like many Javanese people, he had only one name; in religious contexts, he was occasionally referred to as 'Achmed Sukarno'.

The son of a Javanese primary school teacher, an aristocrat named Raden Soekemi Sosrodihardjo and his Balinese wife named Ida Ayu Nyoman Rai from Buleleng regency, Sukarno was born as Kusno Sosrodihardjo in Blitar, East Java in the Dutch East Indies (now Indonesia). Following Javanese custom, he was renamed after a childhood illness. He was admitted into a Dutch-run school as a child. When his father sent him to Surabaya in 1916 to attend a secondary school, he met Tjokroaminoto, a future nationalist. In 1921 he began to study at the Technische Hogeschool (Technical Institute) in Bandung. He studied civil engineering and focused on architecture.

Atypically, even among the colony's small educated elite, Sukarno was fluent in several languages. In addition to the Javanese language of his childhood, he was a master of Sundanese, Balinese and of Indonesian, and especially strong in Dutch. He was also quite comfortable in German, English, French, Arabic, and Japanese, all of which were taught at his HBS. He was helped by his photographic memory and precocious mind. Sukarno once remarked that when he was studying in Surabaya, he often sat behind the screen in movie theaters reading the Dutch subtitles in reverse because the front seats were only for elite Dutch people.

In his studies, Sukarno was "intensely modern," both in architecture and in politics. Sukarno interpreted these ideas in his dress, in his urban planning for the capital (eventually Jakarta), and in his socialist politics, though he did not extend his taste for modern art to pop music; he had Koes Plus imprisoned for their allegedly decadent lyrics despite his reputation for womanising. For Sukarno, modernity was blind to race, neat and Western in style, and anti-imperialist.

Sukarno married Siti Utari circa 1920, and divorced her to marry Inggit Garnasih, who he divorced circa 1931 to marry Fatmawati. Without divorcing, Sukarno also married Hartini, and circa 1959 Dewi Sukarno. Other wives included Oetari, Kartini Manoppo, Ratna Sari, Haryati, Yurike Sanger, and Heldy Djafar.

Megawati Sukarnoputri, who served as the fifth president of Indonesia, is his daughter by his wife Fatmawati. Her younger brother Guruh Sukarnoputra (born 1953) has inherited Sukarno's artistic bent and is a choreographer and songwriter, who made a movie Untukmu, Indonesiaku (For You, My Indonesia) about Indonesian culture. He is also a member of the Indonesian People's Representative Council for Megawati's Indonesian Democratic Party – Struggle. His siblings Guntur Sukarnoputra, Rachmawati Sukarnoputri and Sukmawati Sukarnoputri have all been active in politics. Sukarno had a daughter named Kartika by Dewi Sukarno. In 2006 Kartika Sukarno married Frits Seegers, the Netherlands-born chief executive officer of the Barclays Global Retail and Commercial Bank. Other offspring include Taufan and Bayu by his wife Hartini, and a son named Toto Suryawan Soekarnoputra (born 1967, in Germany), by his wife Kartini Manoppo. Popular ladies' magazines such as Femina and Kartini regularly run features about newly discovered lookalike sons and daughters throughout the archipelago, who often disappear when pressed to take a DNA test by the official Sukarno children.

Download Soekarno's File, in here

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, July 29, 2009 0 komentar

Kesulitan-kesulitan kita tidak akan lenyap dalam tempo satu malam. Kesulitan-kesulitan kita hanya akan dapat kita atasi dengan keuletan seperti keuletannya orang yang mendaki gunung. Tetapi : Berbahagialah sesuatu bangsa yang berani menghadapi kenyataan demikian itu! Berani menerima bahwa kesulitan-kesulitannya tidak akan lenyap dalam tempo satu malam, dan berani pula menyingsingkan lengan bajunya untuk memecahkan kesulitan-kesulitan itu dengan segenap tenaganya sendiri dan segenap kecerdasannya sendiri. Sebab bangsa yang demikian itu, - bangsa yang berani menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu memecahkan kesulitan-kesulitan, - bangsa yang demikian itu akan menjadi bangsa yang gemblengan. Bangsa yang Besar, bangsa yang Hanjakrawarti-hambaudenda. Bangsa yang demikian itulah hendaknya Bangsa Indonesia!

Soekarno, Manipol, 1959

Diposkan oleh Anak Pribumi Sunday, July 19, 2009 0 komentar

Saudara-saudara, jikalau aku meninggal nanti –

ini hanya Tuhan yang mengetahui, dan tidak bisa dielakkan semua orang
– jikalau ditanya oleh malaekat: “Hai, Sukarno, tatkala engkau hidup di dunia,
engkau telah mengerjakan beberapa pekerjaan.
Pekerjaan apa yang paling engkau cintai?
Pekerjaan apa yang paling engkau kagumi?
Pekerjaan apa yang engkau paling ucapkan syukur kepada Allah SWT?”

Moga-moga, Saudara-saudara, aku bisa menjawab –
ya bisa menjawab demikian atau tidak itupun tergantung dari Allah SWT:
“Tatkala aku hidup di dunia ini, aku telah ikut membentuk Negara Republik Indonesia.
Aku telah ikut membentuk satu wadah bagi masyarakat Indonesia.”
Sebagai sering kukatakan, Saudara-saudara, negara adalah wadah.
Jikalau aku diberi karunia oleh Allah SWT mengerjakan pekerjaan satu ini saja,
Allahu’akbar, aku akan berterima kasih setinggi langit…

Wadah yang bernama negara, negara yang bernama Republik Indonesia itu adalah wadah untuk masyarakat Indonesia yang berpenduduk 80 juta, dari Sabang sampai ke Merauke.
Dan masyarakat Indonesia ini beraneka agama, beraneka adat-istiadat, beraneka suku.
Bertahun-tahun aku ikut memikirkan ini.
Nanti, jikalau Allah SWT memberikan kemerdekaan kepada kita,
jikalau Negara Republik Indonesia telah bisa berdiri,
negara ini supaya selamat, agar bisa menjadi wadah bagi segenap rakyat Indonesia yang 80 juta, negara ini harus didasarkan apa?

Aku tidak menyesal, bahwa aku telah memformulir Pancasila.
Apa sebab? Barangkali lebih dari siapa pun di Indonesia ini,
aku mengetahui akan keanekaan Bangsa Indonesia ini.

Soekarno, 24 September 1955 di Surabaya.

Diposkan oleh Anak Pribumi Thursday, July 16, 2009 0 komentar


Sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah oleh "Manusia Jawa" pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu. Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang berlangsung sampai sekarang.

Diposkan oleh Anak Pribumi Friday, July 3, 2009 0 komentar

Abraham Lincoln, berkata: "one cannot escape history, orang tak dapat meninggalkan sejarah",
tetapi saya tambah : "Never leave history". inilah sejarah perjuangan, inilah sejarah historymu.
Peganglah teguh sejarahmu itu, never leave your own history!
Peganglah yang telah kita miliki sekarang,
yang adalah AKUMULASI dari pada hasil SEMUA perjuangan kita dimasa lampau.
Djikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum,
engkau akan berdiri diatas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung,
dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap.

Soekarno, 17 Agustus 1966

Diposkan oleh Anak Pribumi Wednesday, July 1, 2009 0 komentar

Subscribe here